Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Jawa Timur pada Maret 2010 sebanyak 5,529 juta (15,26%), turun dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2009 yang sebesar 6,022 juta (16,68%). Pada data tersebut, diindikasikan bahwa rata-rata ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Data BPS merinci, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perdesaan hanya berkurang 218,32 ribu, sementara di daerah perkotaan berkurang 274,97 ribu orang. periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun.
Kepala BPS Jatim Irlan Indrocahyo mengatakan, berkurangnya angka kemiskinan di Jawa Timur tersebut atas berhasilnya kinerja pemerintah dalam mengatasi kurangnya lapangan kerja dan meledaknya angka angkatan kerja. Hingga, pada akhirnya seluruh penduduk berhasil meningkatkan angka pendapatan per kapita. “Data turunnya penuduk miskin tersebut berdasar perbandingan dari tahun 2009,” kata Irlan saat jumpa pers, pekan lalu.
Benar, turunnya angka kemiskinan sangat berkorelasi dengan meningakatnya investasi pada sekator ekonomi dengan indikasi bertambahnya lapangan kerja yang akan berdampak langsung pada seluruh sektor sosial turunnya angka pengangguran.Data tersebut sekaligus memberikan gambaran indeks keparahan kemiskinan juga turun dengan demikian tingkat daya beli masyarakat juga menurun.
Banyak yang perlu dipertanyakan, mulai dari paparan data dan keterangan keberhasilan pemerintah menarik investor hingga berdampak mengurangi pengangguran. Selain perbandingan data pada 2009, yang kurang relevan mengingat pertumbuhan penduduk Jatim sangat besar juga data indeks lain yang dilanssir kurang mendukung meningkatnya daya beli masyarakat.
Data nilai tukar petani (NTP) Jatim pada Juli 2010 malah turun 0,08% dari 98,65 menjadi 98,57. Data nilai tukar nelayan (NTN) Jatim pada Juli 2010 sebesar 141,37 (2005=100) atau turun 0,98% dibanding NTN bulan Juni 2010. Penurunan NTP dan NTN ini disebabkan karena kenaikan indeks harga yang diterima (It) justru lebih kecil dari kenaikan indeks harga yang dibayar (Ib).
Turunnya angka sejumlah nilai tukar pada sebagian besar penduduk Jatim, yang notabene bermatapencaharian sebagai petani, membuktikan bahwa kehidupan mereka semakin sulit. Karena, tidak semua kebutuhan pokok mereka dapat dipenuhi secara layak. Banyak keperluan yang mereka butuhkan justru naik.
Inflasi di jatim pada Juli 2010 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan sebesar 5,71%, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,78%, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,30%, kelompok kesehatan 0,21%, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,38% dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan naik sebesar 1,86%. Sementara itu, kelompok sandang mengalami deflasi sebesar 0,71%.
Sejumlah komoditas lain yang memberikan sumbangan terbesar terhadap terjadinya inflasi adalah beras, cabe rawit, daging ayam ras, bawang putih, telur ayam ras, cabe merah, bawang merah, bandeng dan kontrak rumah. Bahkan, pembayaran jasa perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) yang biasanya tidak mempengaruhi inflasi, pada bulan ini pun juga ikut mempengaruhi.
Begitulah utak-atik data angka BPS, mulai data pengangguran, inflasi, dan nilai tukar sebagian besar penduduk, yang sekiranya tergambar timpang. Di sisi angka pengangguran yang turun, masih ada sejumlah komoditas bahan pokok yang tidak terbeli karena harganya mengalami kenaikan signifikan. Ketimpangan data itu, juga ditegaskan di salah satu kabuaten dengan kenaikan investasi yang cukup tinggi, Kabupaten Pasuruan.
Di Kabupaten Pasuruan, secara resmi Wakil Bupati Eddy Paripurna mengatakan, berdasar data hasil Sensus Penduduk (SP) 2010 BPS jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur meningkat sebanyak 130.580 orang karena masih terbatasnya jumlah lapangan kerja dan kesempatan usaha. “Sehingga berdampak pada peningkatan jumlah angkatan kerja yang belum mendapat kesempatan kerja,” kata Eddy.
Meledaknya angka pengangguran di Pasuruan juga mengindikasikan menipisnya angka kemampuan dan penurunan daya beli yang dimiliki masyarakat. Padahal, di Pasuruan sedikitnya 1.300 macam perusahaan asing dan lokal serta ribuan usaha kecil menengah (UKM) berdiri berdampingan. “Meledaknya jumlah penduduk juga dimungkinkan menjadi salah satu pemicu meningkatnya jumlah pengangguran,” kata Eddy.
Berdasarkan uraian di atas data inflasi dan turunnya angka NTN dan NTP di Jatim, serta meledaknya angka pengangguran sangat berbanding terbalik dengan data kemiskinan yang dilansir BPS. Menurut kumpulan data tersebut, yang berisi tentang pengantar keberhasilan pemerintah mengatasi kemiskinan dan menekan angka pengangguran, seperti tak ubahnya data iming-iming.
Boleh dikatakan, hingga saat ini pemerintah masih lebih ingin dan tertarik mengutak-atik angka seolah-olah lapangan kerja memang bertambah, misalnya. Utak-atik angka naik investasi, turun pengangguran dan sebagainya masih lebih dominan daripada bertindak riil dan memberikan kebijakan yang lebih membumi memperjuangkan kepentingan rakyat.ASHARI PURWO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar