Tiwul Masih Menjadi Makanan Pokok Ribuan Warga Madiun
MADIUN: Akibat tidak terjangkaunya harga beras membuat ribuan warga miskin di Desa Ranget, Kecamatan Dagangan, Kabuaten Madiun, Jawa Timur masih menjadikan tiwul sebagai makanan pokok. Tak tangung-tanggung miskinnya, sebagian besar dari mereka hanya makan satu kali sehari, itu pun dengan tiwul.
Salah satunya Tumini, 30, janda Dusun Bedowo, Desa Ranget, yang hidup bersama ibu dan empat anaknya, mengaku sejak kecil mereka menjadikan tiwul yang terbuat dari ketela ketela pohon atau singkong. Mereka berpikir tiwul cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras.
Generasi tiwul seperti Tumini, sulit beli lauk apalagi berupa ikan dan daging. Bahkan, sebagaimana warga hanya berlauk kacang-kacangan. Jika singkong yang mereka tanam dibelikan ikan sebagai lauk, ini kemewahan yang sulit dicapai sebagai rutinitas harian. Selain juga berisiko pada cadangan tiwul sebagai makanan pokok mereka.
Bahkan, untuk bersekolah, kedua anak Tumini, Eko Nur Rochim dan Erfansyah Adi Saputra pergi sekolah SMP dan SD di desa sebelah, bersama dengan puluhan siswa lainnya yang bermukim di desa ini harus menempuh jalan tanjakan berbatu di tepi hutan sejauh enam kilometer untuk mencapai sekolah terdekat. Tak jarang mereka tak sekolah jika akses jalan satu-satunya menuju sekolah longsor.
Keseharian Tumini sangat sederhana. Sesaat setelah ditinggal kedua anak terbesarnya, Tumini pergi ke hutan untuk mencari ketela pohon. Setelah dibawa pulang, ubi tersebut dibawa pulang untuk diparut dan kemudian dijemur hingga kering lalu dikukus menjadi tiwul.
“Kami biasa makan tiwul hanya dengan lauk kacang kapri yang kami rendam semalam lalu dikukus bersama tiwul. Jia dalam semalam tidak habis, tiwul dapat disimpan untuk dimakan esok hari,” ujar Tumini sembari menyapi dua anak terkecilnya, Febriansyah Adi Prasetyo, 6, dan Nadin Candra, 2.
Tumini mengaku, tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah selain beras miskin (raskin) dan jaminan kesehatan masyarakat. Raskin pun tumini hanya menerima 7,5 kilogram per bulan selama setahun kemarin, sedangkan untu tahun 2010, keluarga Tumini belum menerima.
Di desa ini selain Tumini di Dusun Bedowo terdapat Saminem, 45, dan Nyani, 45 dan Katemi, 37 di Dusun Kalisanten dengan kebiasaan sama dengan Tumini. Saking miskinnya, keluarga Saminem sering tidak makan sekalipun tiwul dma sehari. Keseharian Saminem hanya memberi makan tiga ternak kambing titipan orang dari Kota Madiun.
Karena jarang makan nasi beras ini, orang di desa ini kadang kreatif. Sisa nasi yang tak dihabiskan, kerap dikeringkan oleh sebagian orang. Nasi sisa makanan orang yang sudah dikeringkan inilah, kemudian diberi nama nasi aking. Bahkan, sisa nasi tiwul juga dikeringkan. Kemudian dimasak tatkala cadangan gaplek (singkong kering bahan baku tiwul) habis.
Ribuan warga desa miskin dengan makanan pokok tiwul ini terletak di lembah lereng Gunung Wilis, sekitar 23 kilometer arah selatan Kabupaten Madiun. Dari Desa Segulung, harus menempuh jalur tanjakan berbatu selebar 1,5 meter dengan panjang sekitar lima kilometer untuk menjumpai kampung ini.
“Masyarakat disini hanya makan nasi jika bantuan raskin dari pemerintah turun. Acapkali bantuan ini datang setiap dua bulan sekali. Tidak paasti kadang sebualn sekali juga datang,” ujar Kustoyo.
Data Desa Ranget merinci, dengan total 572 KK yang tercatat di administrasi desa, lebih dari 70 persen KK di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 70 persen total sebanyak 2.298 jiwa itu sudah termasuk seluruh warag yang menjadikan tiwul sebagai makanan pokok.
Kondisi warga desa ini secara umum memang memprihatinkan dalam tiga hal kebutuh pokok, pangan papan dan sandang. Banyak di antara mereka yang hidupnya hanya bergantung pada hasl hutan yang tidak menentu. Seperti ketela pohon, kacang-kacangan seperti kapri dan kacang tanah.
Banyak suara warga miskin dari desa ini berharap pemerintah memberikan bantuan berupa ternak dan peralatan berkarya sebagai jaminan untuk meningkatkan mutu taraf hidup mereka baik pangan sandang dan papan.
“Selain berkebun, keseharian kami juga beternak. Tetapi terna tersebut hanya titipan dari orang kaya yang ada di kota,” ujar Tumini.
Kepala desa Ranget, Kustoyo, Senin (11/1), mereka tersebar di tiga dusun yang ada di Desa Ranget, yakni Dusun Ngelngko, Kepuh dan Ngranggih. Sebagai perangkat desa yang tahu langsung bagaimana kehidupan sehari-sehari warga sini, berani memastikan 70 persen dari mereka hidup dari makanan yang jauh dari kategori empat sehat lima sempurna.
“Disini kami hidup sangat prihatin, melihat kondisi di desa kami yang terus menerus mengonsumsi tiwul sebagai makan pokok pengganti nasi beras. Semua dikarenakan tidak ada satu pun warga disini yang bekerja dengan bergaji tetap. Mereka bekerja hanya mengandalkan kebiasaan mereka bertani dan beternak dengan ternak titipan,” ujar Kustoyo.
Terkait raskin, Kustoyo mengatakan jatah untuk desa ini masih sangat minim juka dibanding dengan total penduduk miskin. Dari 572 KK, desa ini hanya mendapat jatah untuk 231 KK atau sebanyak 3.465 kilogram beras miskin. Jelas kurang dari setengahnya.
“Untuk itu, seluruh perangkat desa sepakat untuk membagi rata jatah raskin dari pemerintah. Dengan begitu, jatah raskin bisa terbagi rata di seluruh desa, baik dari rumah tangga sasaran yang terdata mendapat raskin dan ditambah keluarga miskin yang sama sekali tidak pernah terdata mendapatkan raskin,” ujar Kustoyo.
Penanggulangan Kemiskinan Masih Minim Anggaran
Gubernur Jawa Timr Soekarwo dalam kunjungannya ke madiun bebebrapa waktu lalu di pendopo Kabupaten Madiun menyatakan untuk proyeksi penanggulangan kemiskinan untuk tahun 2010 di Jawa Timur, pemerintah akan secara bertahap akan menggelontorkan bantuan berupa ternak dan peralatan home industry kepada sejumlah warga miskin yang telah terlatih.
Sementara itu sebagai kepala daerah Bupati Madiun, Muhtarom menanggapi kemiskinan yang melanda ribuan warga di sejumlah wilayahnya mengaku belum akan memberiikan bantuan selain bantuan dari provinsi. Pemerintah abupaten madiun masihn aan memperhitungkan kembali keuangan daerah untuk tahun 2010.
“Bantuan semacam pemberian ternak dan peralatan home indutry masih akan dibicarakan lebih lanjut karena anggaran 2010 di Kabupaten Madiun masih minim,” ujar Muhtarom seusai menjamu Gubernur Jatim Soekarwo, beberpa waktu lalu di Madiun.
Tercatat, sebanyak 54. rumah tangga miskin (RTM) di 154 desa tertinggal. Bupati kembali menegaskan, puluhan ribu RTM dengan 15 ribu unit rumah tak layak huni akan menjadi prioritas pembangunan dan pengentasan kemiskinan di kabupaten ini.ASHARI PURWO
MADIUN: Akibat tidak terjangkaunya harga beras membuat ribuan warga miskin di Desa Ranget, Kecamatan Dagangan, Kabuaten Madiun, Jawa Timur masih menjadikan tiwul sebagai makanan pokok. Tak tangung-tanggung miskinnya, sebagian besar dari mereka hanya makan satu kali sehari, itu pun dengan tiwul.
Salah satunya Tumini, 30, janda Dusun Bedowo, Desa Ranget, yang hidup bersama ibu dan empat anaknya, mengaku sejak kecil mereka menjadikan tiwul yang terbuat dari ketela ketela pohon atau singkong. Mereka berpikir tiwul cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras.
Generasi tiwul seperti Tumini, sulit beli lauk apalagi berupa ikan dan daging. Bahkan, sebagaimana warga hanya berlauk kacang-kacangan. Jika singkong yang mereka tanam dibelikan ikan sebagai lauk, ini kemewahan yang sulit dicapai sebagai rutinitas harian. Selain juga berisiko pada cadangan tiwul sebagai makanan pokok mereka.
Bahkan, untuk bersekolah, kedua anak Tumini, Eko Nur Rochim dan Erfansyah Adi Saputra pergi sekolah SMP dan SD di desa sebelah, bersama dengan puluhan siswa lainnya yang bermukim di desa ini harus menempuh jalan tanjakan berbatu di tepi hutan sejauh enam kilometer untuk mencapai sekolah terdekat. Tak jarang mereka tak sekolah jika akses jalan satu-satunya menuju sekolah longsor.
Keseharian Tumini sangat sederhana. Sesaat setelah ditinggal kedua anak terbesarnya, Tumini pergi ke hutan untuk mencari ketela pohon. Setelah dibawa pulang, ubi tersebut dibawa pulang untuk diparut dan kemudian dijemur hingga kering lalu dikukus menjadi tiwul.
“Kami biasa makan tiwul hanya dengan lauk kacang kapri yang kami rendam semalam lalu dikukus bersama tiwul. Jia dalam semalam tidak habis, tiwul dapat disimpan untuk dimakan esok hari,” ujar Tumini sembari menyapi dua anak terkecilnya, Febriansyah Adi Prasetyo, 6, dan Nadin Candra, 2.
Tumini mengaku, tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah selain beras miskin (raskin) dan jaminan kesehatan masyarakat. Raskin pun tumini hanya menerima 7,5 kilogram per bulan selama setahun kemarin, sedangkan untu tahun 2010, keluarga Tumini belum menerima.
Di desa ini selain Tumini di Dusun Bedowo terdapat Saminem, 45, dan Nyani, 45 dan Katemi, 37 di Dusun Kalisanten dengan kebiasaan sama dengan Tumini. Saking miskinnya, keluarga Saminem sering tidak makan sekalipun tiwul dma sehari. Keseharian Saminem hanya memberi makan tiga ternak kambing titipan orang dari Kota Madiun.
Karena jarang makan nasi beras ini, orang di desa ini kadang kreatif. Sisa nasi yang tak dihabiskan, kerap dikeringkan oleh sebagian orang. Nasi sisa makanan orang yang sudah dikeringkan inilah, kemudian diberi nama nasi aking. Bahkan, sisa nasi tiwul juga dikeringkan. Kemudian dimasak tatkala cadangan gaplek (singkong kering bahan baku tiwul) habis.
Ribuan warga desa miskin dengan makanan pokok tiwul ini terletak di lembah lereng Gunung Wilis, sekitar 23 kilometer arah selatan Kabupaten Madiun. Dari Desa Segulung, harus menempuh jalur tanjakan berbatu selebar 1,5 meter dengan panjang sekitar lima kilometer untuk menjumpai kampung ini.
“Masyarakat disini hanya makan nasi jika bantuan raskin dari pemerintah turun. Acapkali bantuan ini datang setiap dua bulan sekali. Tidak paasti kadang sebualn sekali juga datang,” ujar Kustoyo.
Data Desa Ranget merinci, dengan total 572 KK yang tercatat di administrasi desa, lebih dari 70 persen KK di antaranya hidup di bawah garis kemiskinan. Lebih dari 70 persen total sebanyak 2.298 jiwa itu sudah termasuk seluruh warag yang menjadikan tiwul sebagai makanan pokok.
Kondisi warga desa ini secara umum memang memprihatinkan dalam tiga hal kebutuh pokok, pangan papan dan sandang. Banyak di antara mereka yang hidupnya hanya bergantung pada hasl hutan yang tidak menentu. Seperti ketela pohon, kacang-kacangan seperti kapri dan kacang tanah.
Banyak suara warga miskin dari desa ini berharap pemerintah memberikan bantuan berupa ternak dan peralatan berkarya sebagai jaminan untuk meningkatkan mutu taraf hidup mereka baik pangan sandang dan papan.
“Selain berkebun, keseharian kami juga beternak. Tetapi terna tersebut hanya titipan dari orang kaya yang ada di kota,” ujar Tumini.
Kepala desa Ranget, Kustoyo, Senin (11/1), mereka tersebar di tiga dusun yang ada di Desa Ranget, yakni Dusun Ngelngko, Kepuh dan Ngranggih. Sebagai perangkat desa yang tahu langsung bagaimana kehidupan sehari-sehari warga sini, berani memastikan 70 persen dari mereka hidup dari makanan yang jauh dari kategori empat sehat lima sempurna.
“Disini kami hidup sangat prihatin, melihat kondisi di desa kami yang terus menerus mengonsumsi tiwul sebagai makan pokok pengganti nasi beras. Semua dikarenakan tidak ada satu pun warga disini yang bekerja dengan bergaji tetap. Mereka bekerja hanya mengandalkan kebiasaan mereka bertani dan beternak dengan ternak titipan,” ujar Kustoyo.
Terkait raskin, Kustoyo mengatakan jatah untuk desa ini masih sangat minim juka dibanding dengan total penduduk miskin. Dari 572 KK, desa ini hanya mendapat jatah untuk 231 KK atau sebanyak 3.465 kilogram beras miskin. Jelas kurang dari setengahnya.
“Untuk itu, seluruh perangkat desa sepakat untuk membagi rata jatah raskin dari pemerintah. Dengan begitu, jatah raskin bisa terbagi rata di seluruh desa, baik dari rumah tangga sasaran yang terdata mendapat raskin dan ditambah keluarga miskin yang sama sekali tidak pernah terdata mendapatkan raskin,” ujar Kustoyo.
Penanggulangan Kemiskinan Masih Minim Anggaran
Gubernur Jawa Timr Soekarwo dalam kunjungannya ke madiun bebebrapa waktu lalu di pendopo Kabupaten Madiun menyatakan untuk proyeksi penanggulangan kemiskinan untuk tahun 2010 di Jawa Timur, pemerintah akan secara bertahap akan menggelontorkan bantuan berupa ternak dan peralatan home industry kepada sejumlah warga miskin yang telah terlatih.
Sementara itu sebagai kepala daerah Bupati Madiun, Muhtarom menanggapi kemiskinan yang melanda ribuan warga di sejumlah wilayahnya mengaku belum akan memberiikan bantuan selain bantuan dari provinsi. Pemerintah abupaten madiun masihn aan memperhitungkan kembali keuangan daerah untuk tahun 2010.
“Bantuan semacam pemberian ternak dan peralatan home indutry masih akan dibicarakan lebih lanjut karena anggaran 2010 di Kabupaten Madiun masih minim,” ujar Muhtarom seusai menjamu Gubernur Jatim Soekarwo, beberpa waktu lalu di Madiun.
Tercatat, sebanyak 54. rumah tangga miskin (RTM) di 154 desa tertinggal. Bupati kembali menegaskan, puluhan ribu RTM dengan 15 ribu unit rumah tak layak huni akan menjadi prioritas pembangunan dan pengentasan kemiskinan di kabupaten ini.ASHARI PURWO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar