Rabu, 17 November 2010

2011, GKSI bangun 10 pabrik susu di Jatim


SURABAYA: Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) berencana membangun 10 pabrik susu di Jawa Timur guna mengurangi ketergantungan peternak sapi perah pada industri pengolahan susu (IPS) besar yang semakin mendominasi pasar.

Ketua GKSI Sulistyanto mengatakan, selain untuk meminimalisasi ketergantungan terhadap lima IPS besar yang ada di Jatim. “Pendirian pengolahan susu tahun depan juga diharapkan dapat memberikan nilai tambah dari pengolahannya akan dirasakan oleh mereka dan bukan investor asing,” kata Sulistyanto, hari ini.

Langkah pendirian pengolahan susu ini juga untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan peternak. Dibangunnya pabrik susu, kata Sulistyanto, koprerasi dapat menjual sendiri produk usus tanpa adanya intervensi dari harga susu impor. Tidak hanya itu, kesejahteraan petani juga dipatikan meningkat karena lebih dapat menentukan harga pokok susu segar melalui koperasi. “Selama ini, penentuan harga susu masih tergantung harga susu impor,” kata Sulistyanto.

Dengan melihat kondisi dan pangsa pasar, lanjut Sulistyanto, IPS menengah buatan koperasi tidak akan berhadapan langsung dengan IPS besar. Selain pangsa pasar berbeda, dimungkinkan hasil produksinya pun juga berbeda. IPS besar konsentrasi pada industri susu bubuk dan susu bentukan seperti yoghurt dan biskuit. “Sedangkan GKSI akan fokus pada susu segar,” kata Sulistyanto

Hingga kini, lanjut jumlah unit pengolahan susu yang dikelolah koperasi mencapai delapan unit dengan rincian empat  unit di Malang dan Batu, satu unit di Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dan Kediri. Selain pengembangan dan penambahan jumlah pabrik di daerah potensial tersebut, GKSI juga akan membangun di daerah Tulungagung dan Mojokerto. “Penambahan unit di Malang dan Pasuruan diadakan karena kedua daerah ini merupakan penghasil susu terbesar di Jatim. Selain ituGKSI juga akan menjadikan dua kota di sebelah barat Jatim sebagai sentra susu,” Kata Sulistyanto.

Sementara terkait investasi yang dibutuhkan untuk satu unit pengolahan susu, peneliti asal Departemen Managemen Fakultas Ekonomi Managemen Institut Pertanian Bogor Dikky Indrawan mengatakan bisa mencapai Rp11,794 miliar hingga Rp18,094 miliar per unit. “Anggaran dana tersebut sudah mencakup pengadaan tanah dan ternak,” kata Dikky.

Dikky juga memaparkan, bantuan pemerintah tak hanya terbatas pada bantuan modal tetapi penegasan kebijakan dan kampanye meminum susu pun juga dapat memberikan angin segar pada peternak. “Terhitung pada hari ini, konsumsi susu sebanyak 11-14cc per kapita setiap harinya, jauh dari ideal sebanyak 200cc per kapita per hari,” kata Dikky.

Data GKSI merinci, per November 2010, produksi susu Jatim saat ini mencapai 870 ton per hari, dengan angka konsumsi koperasi atau IPS kelas menengah kurang dari 1%. Sebanyak 99% serapan hasil susu segar dari peternak masih didominasi oleh IPS besar. Data per Oktober 2010, produksi susu Jatim mencapai 870 ton per hari, padahal pada 2009 periode yang sama hanya mencapai 790 per hari. Malang menjadi pemasok susu segar paling dominan, sebesar 40%, Pasuruan 22%, Tulungagung 13% sementara sisanya ada di Blitar dan berbagai daerah lain.

Meski produksi mengalami kenaikan, namun Sulis menyayangkan kenaikan harga pakan konsentrat yang cukup tinggi. Seperti halnya harga kopra yang naik menjadi Rp2.280 per kilo dari harga asal sebesar Rp1.800 per kilogram.(Ashari Purwo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar