Kamis, 19 Agustus 2010

Rupiah perkasa, ekspor kopi gulung tikar

SURABAYA: Makin perkasanya Rupiah terhadap mata uang Dollar membuat Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Jawa Timur kian was-was menghadapi ancaman kerugian, karena harga beli ditingkat petani lebih tinggi dibanding nilai jual ekpsornya.

Ketua AEKI Jatim, Ichwan Nur Sidik mengatakan kerugian akibat terus menguatnya rupiah hingga menyentuh angka kisaran Rp8.900 membuat ekspor komoditas kopi semakin melemah. Melemahnya nilai tukar Dollar terhadap Rupiah sangat berpengaruh, karena sebelumnya eksportir sudah punya rencana standar rupiah, yakni pada angka Rp9.000. “Jika keadaan Rupiah semakin menguat, berarti kerugian sudah di depan mata,” kata Ichwan saat dikonfirmasi Bisnis, pagi ini.

AEKI mengaku sangat kesulitan memberikan benteng pada kondisi terus menguatnya rupiah. Pasalnya, lanjut Ichwan, para eksportir membeli kopi dengan mata uang Rupiah dengan penerimaan dari negara tujuan dalam bentuk mata uang Dollar. Dengan begitu, rugi, atau bahkan rugi besar menjadi ancaman bagi sektor ekspor kopi.

Bagi AEKI, lanjut Ichwan, keadaan ini sangat dilematis. Jika kopi, sebagai komoditas ekspor, dari petani tak terbeli sudah dapat diperkirakan berapa banyak petani kopi yang akan beralih menanam komoditas lain. “Hal itu, yang sangat kami takutkan. Enguatan rupiah sangat menjadi dilema bagi AEKI,” kata Ichwan.

Berdasar pembukuan hingga akhir semester I/2010 ekspor pada komoditas ini hanya mencapai hanya mencapai 34,87 ribu ton dengan nilai US$59,60 juta, lebih tinggi dibanding 2009 yang hanya 33,22 ribu ton dengan nilai US$59,53 juta. “Pada komoditas yang semakin diminta di pasar eropa dan asia ini hanya terdapat kenaikan sekitar 5% pertahun pada nilainya,” kata Ichwan.

Ichwan bersama seluruh pengusaha kopi di Jatim berharap pemerintah dapat menjaga kestabilan nikai tukar rupiah. Diakui, keadaan ini hanya akan menguntungkan importir dengan biaya beli dan pengapalan yang lebih rendah. “Asalkan nilai rupiah tidak menguat drastis, pasar kopi yakin masih membaik dengan nilai jangka panjang masih bagus,” kata Ichwan.

Masalah naik turunnya nilai tukar rupiah, lanjut Ichwan, sudah menjadi dinamika ekspor kopi selama ini. Sehingga AEKI juga berharap pada pihak perbankan dapat memberikan suku bunga yang rendah. “Pemerintah harus mempertahankan kurs nilai tukar agar bisa stabil, agar pasar bisa menerima secara perlahan,” kata Ichwan.

Kabar turunnya stabilitas sejumlah komoditas ekspor nonmigas, akibat rupiah yang makin perkasa, sangat berbanding terbalik dengan impor yang justru menargetkan kenaikan sebanyak 5% perbulan pada komoditas nonmigas awal semester II/2010..

Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim Judy Purwoko mengatakan, kenaikan angka impor jatim akan terlihat berdasar skala konvensional menguatnya rupiah. “Saat rupiah menguat dipastikan importir akan lebih gencar mendatangkan barang,” kata Judy kepada Bisnis saat dihubungi melalui ponselnya, pagi ini.

Judy menjelaskan, menguatnya rupiah beberapa bulan terkahir, sekira Juli, sangat berdampak pada meningkatnya kebutuhan. Berdasar data rata-rata per hari, sedikitnya 400 dokumen impor masuk melalui pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Angka tersebut diprediksi naik sebanyak 20 dokumen per hari menyusul penguatan rupiah. “Teori menguatnya finansial sangat berpengaruh pada akses peningkatan kebutuhan,” kata Judy.

Judi menambahkan, kenaikan impor pada komoditas nonmigas pada Juli hingga menjelang Lebaran tidak dapat dielakkan. Hal ini dikarenakan, pola konsumtif warga yang sudah sangat sulit dihindari. “Melihat kondisi itu, importir akan terus menggerojok dengan mendatangkan barang dari luar negeri hingga pertengahan puasa,” kata Judy.

Sementara, data Badan Pusat Stsatistik (BPS) Jatim merinci, impor pada Juni mencapai US$1.050,40 juta atau naik 20,12% dibanding impor non migas bulan Mei 2010 yang hanya mencapai US$874,47 juta. Sedangkan selama Januari–Juni 2010 impor non migas mencapai US$5.611,75 juta atau mengalami kenaikan sebesar 47,88% dibanding periode yang sama tahun 2009 yang mencapai US$3.794,73 juta.

Menurut negara asal, China masih merupakan pemasok barang impor nonmigas Jatim terbesar selama bulan Juni 2010 dengan nilai sebesar US$239,92 juta. Diikuti Jepang senilai US$78,18 juta, Amerika Serikat senilai US$75,56 juta, Thailand senilai US$68,38 juta dan Argentina sebesar US$57,71 juta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar