Kamis, 19 Agustus 2010

Sok Jagoan Malaysia

EDITORIAL MEDIA INDONESIA

SUDAH lama bangsa ini kerap dilecehkan dan dipermalukan negara tetangga Malaysia. Kini, hal itu terulang kembali justru di saat bangsa ini masih hangat memperingati hari kemerdekaan yang ke-65. Itulah yang terjadi ketika tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Republik Indonesia ditangkap polisi perairan Malaysia, empat hari menjelang peringatan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus.

Apa yang dilakukan Malaysia itu menampar keras harga diri bangsa ini karena petugas Republik Indonesia itu ditangkap justru di perairan Indonesia, saat petugas DKP itu sedang menggelandang tujuh nelayan Malaysia yang diduga melanggar wilayah perbatasan dan mencuri ikan. Lebih merendahkan lagi, setelah Jakarta melakukan protes dan mengadakan negosiasi, tiga petugas DKP itu memang kemudian dibebaskan, tapi dengan imbalan Indonesia juga membebaskan tujuh nelayan Malaysia.

Yang juga perlu diketahui seluruh rakyat Indonesia, tiga petugas Republik Indonesia itu diborgol, dipakaikan baju tahanan, dan dipukuli. Tapi kata Dubes Malaysia, mereka diperlakukan dengan baik dan menurut Menlu RI, mereka dimintai keterangan. Sebaliknya, nelayan Malaysia diberi pakaian baru, diperlakukan seperti tamu agung. Bukan kali ini saja harga diri bangsa ini, bahkan kedaulatan negara ini, diinjak-injak Malaysia.

Ironisnya, ruang arogansi Malaysia itu kian mendapat tempat akibat sikap lembek pemerintah RI. Padahal, Pulau Sipadan-Ligitan telah lepas ke tangan Malaysia dan Blok Ambalat menjadi incaran baru untuk dikuasai Kuala Lumpur dengan melakukan berbagai tingkah sok jagoan di kawasan itu. Semua itu belum cukup. Mereka juga berkelakuan kurang ajar terhadap tenaga kerja Indonesia yang mencari nafkah di Malaysia. Selalu saja muncul cerita memilukan, terutama menimpa pekerja perempuan.

Publik juga belum melupakan insiden pemukulan terhadap wasit karate Indonesia Donald Pieter Luther Kolopita oleh empat polisi Diraja Malaysia saat mengikuti kejuaraan resmi pada Agustus 2007. Begitu juga dengan pencomotan lagu Rasa Sayange asal Sulawesi/Maluku yang dijadikan jingle iklan pariwisata Malaysia Truly Asia, karena diklaim sebagai lagu asli Malaysia. Itulah sejumlah kasus yang memperlihatkan betapa Malaysia dengan seenaknya bisa dan mampu menyepelekan serta mempermalukan Indonesia.

Sok superior dan arogan itu sebagian tentu karena adalah fakta Malaysia memiliki sejumlah keunggulan jika dibandingkan dengan Indonesia. Kemajuan ekonominya memang membanggakan. Warganya lebih sejahtera dari anak bangsa ini. Sebagai gambaran, kita tidak tahu persis seberapa dalam dan seberapa kuat Malaysia telah menguasai kelapa sawit Indonesia.

Gambaran lain, dari segi pendidikan, sebelumnya orang Malaysia belajar di berbagai universitas di Indonesia. Sekarang menjadi terbalik, orang Indonesia yang belajar di sana. Bahkan, bangga meraih doktor dari Malaysia. Akan tetapi, pasti bukan hanya karena itu Malaysia berani melecehkan dan mempermalukan Indonesia.

Hal itu terjadi karena sikap lembek pemerintah RI dalam menghadapi kekurangajaran Malaysia. Ada wibawa pemerintah yang hilang sehingga Malaysia berani seenaknya terhadap anak bangsa ini, terhadap kedaulatan negara ini. Sampai kapan semua itu kita biarkan? Harus ada wibawa yang ditegakkan kembali sebagai negara yang besar dan berdaulat. Dan jangan beri hati kepada Malaysia berlama-lama! Kecuali, harga diri bangsa sudah mati!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar