Kamis, 19 Agustus 2010

keuangan daerah Daerah tak akuntabel


SURABAYA: Asosiasi Pemerintah Kabupaten Kota Seluruh Indonesia (APKASI) menilai manajen keuangan pemerintah daerah yang tidak akuntabel dan kredibel merupakan penyebab utama buruk dan minimnya kualitas belanja daerah yang bersumber dari anggaran yang bersumber dari pendapatan dan belanja negara (APBN).

Tanggapan ini menyusul, kualitas belanja yang masih timpang antara belanja modal dan pegawai sempat dikritisi oleh Menkeu, Agus Martowardoyo dalam Rapat Kerja III Presiden pada awal Agustus kemarin.  Menurut menteri, banyak anggaran daerah lebih besar diserap untuk belanja pegawai, bukan untuk infrasruktur.

Paling tidak dalam empat tahun terakhir, jatah belanja modal terus menurun. Pada 2007, belanja modal daerah masih sebesar Rp105 triliun. Namun, pada 2010 turun menjadi Rp96 triliun. Sedangkan belanja pegawai, pada kurun waktu yang kian melojak, dari Rp123 triliun menjadi Rp199 triliun. Pada 2010 pula paling tidak ada 145 dari 498 pemerintah daerah yang mengalokasikan belanja pegawai mencapai lebih dari 60% dari total belanja.

Ketua umum APKASI Sujono mengatakan, banyak daerah yang masih belum profesional dalam memanajemen keuangan. Termasuk perencanaan dan pelaksanaan. Penundaan sejumlah pembangunan infrastruktur tersebut dikarenakan manajemen keuangan dari pemerintah tersebut yang sama sekali tidak akuntabel. “Masih banyak anggaran pemerintah daerah yang disclaime di mata pemerintah pusat,” kata Sujono saat dikonfirmasi Bisnis, kemarin.

Hal klasik, yang menjadi alasan lambatnya pembanguan pemerintah daerah adalah membubungnya belanja pegawai yang harus dilaksanakan dan tidak dapat ditekan. Sebenarnya, tinggnya belanja pegawai bukan satu-satunya alasan pemerintah daerah untuk menunda pembangunan belanja infrastruktur. Padahal, negara sudah menyiapkan dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) melalui Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) yang disetujui dan disahkan untuk sharing pembangunan infrastruktur daerah.

Hanya saja, lanjut Sujono, pada kabupaten-kabupaten dengan sumber pendapatan minim memang jadi kendala tersendiri dalam pengelolaan belanjanya. Ditambah lagi, anggaran dari APBN untuk belanja rutin belum turun. Sehingga, anggaran belanja modal ikut terserap. Dicontohkannya, untuk Kabupaten Pacitan yang Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya minim.



Buruknya profesionalisme pimpinan daerah pun dicerminkan dengan ketakutan pada penyidikan saat pemerintah daerah melaksanakan proyek pembanguan. Sujono mengatakan, mash banyak pimpinan daerah takut disidik aparat yang berwenang terkait keuangan proyek. Ketakutan itu, justru menunjukkan citra buruk manajemen keuangan pemerintah daerah. “Perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah,” kata Sujono.

Masalah perizinan investasi terpusat, juga masih menjadikan polemik kurangnya pembangunan di sejumlah daerah. Negara masih belum mempermudah perizinan bagi investor yang akan masuk di daerah. Pemintah daerah sulit dan bahkan tidak bisa menentukan target investasi karena sampai saat ini semua masalah perizinan merupakan wewenang dari pusat. Bahkan, target investasi infrastruktur di sejumlah daerah belum dapat dikelola secara matang. “Perijinan pembangunan infrastruktur di tingkat pusat masih terkesan rumit,” kata Sujono.

Seharusnya, lanjut Sujono, pemerintah pusat lebih memudahkan perizinan guna meningkatkan serapan sharing belanja infrastruktur dari APBN. Selain itu, tidak adanya sistem pengurusan dan pembiayaan yang transparan membuat sejumlah pemimpin daerah hanya menganggarkan belanja pegawai pada RPJMD-nya. “Dampaknya sejumlah kepala daerah merasa kesulitan dalam mengurus investasi, baik dari pemerintah daerah maupun pihak ketiga,” kata Sujono.

Sebagai proyeksi lanjutan, APKASI berencana meningkatkan pelatihan pengelolaan anggaran. Sebenarnya, saat ini APKASI sudah melakukan pelatihan dibantu oleh pemerintah Jerman. Pelatihan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah sendiri, tetapi juga dibantu oleh negara-negara lain. “Tujuannya untuk membantu meningkatkan kemampuan manajemen kepala daerah,” kata Sujono. ASHARI PURWO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar