Kamis, 19 Agustus 2010

Lahan Kritis Di Lereng Gunung Lawu Mengkhawatirkan

MADIUN: Lahan kritis di lereng Gunung Lawu mengkhawatirkan. Hingga saat ini, luas lahan kritis mencapai 1.631 hektare. Jika tidak ada upaya pemulihan segera, lahan kritis itu rawan menyebabkan terjadi bencana longsor, banjir, dan puting beliung pada saat musim penghujan seperti saat ini.

Lahan kritis akibat kebakaran hutan beberapa waktu lalu itu menyebar berada di lima daerah yakni Kabupaten Ngawi, Madiun, Magetan, Ponorogo, hingga Pacitan. Lahan kritis ini berada di daerah hutan lindung dan hutan produksi masuk wilayah Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Lawu Dan Sekitarnya (Ds)

Humas Perhutani KPH Lawu Ds, Mujiono, mengakui, lahan kritis akibat kebakaran hutan itu dapat memicu terjadinya bencana banjir, longsor, maupun puting beliung. Dalam jangka panjang, kata dia, juga dapat menganggu keseimbangan alam dan ekosistem. "Kerusakan hutan akibat kebakaran memang cukup parah. Oleh karena itu, mulai musim penghujan ini kita mulai menggalakkan penanaman pohon di daerah lahan kritis itu," ujarnya, kemarin.

Jenis pohon yang ditanam di daerah hutan lindung yakni jenis rimba liar seperti Akasia dekuren, pajang, dan puspa yang tumbuh dengan cepat. Sedangkan, di daerah hutan produksi ditanam pohon pinus. Pada 2009, kata dia, akan ditanam 2.000 pohon berbagai jenis. Kemudian, pada 2010 ditanam 3.000 pohon berbagai jenis, dan pada 2011 ditanam 2.500 pohon berbagai jenis di daerah lahan kritis tersebut.

Menurut dia, selain melibatkan petugas Perhutani, upaya pemulihan dan pelestarian hutan ini juga melibatkan masyarakat pinggiran hutan. Sebab, kata dia, mereka memiliki peran penting untuk ikut menjaga dan melestarikan hutan. "Selama ini, sebagian besar kasus kebakaran hutan itu juga disebabkan oleh ulah manusia. Seperti misal, pembalakan liar. Sehingga, tidak mungkin melestarikan hutan kalau tidak ada keterlibatan masyarakat," ujarnya.

Sementara itu menurut Kepala Sub Seksi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Perhutani KPH Lawu Ds, Muhajin, mengatakan, di kawasan hutan lereng Gunung Lawu sedikitnya terdapat 157 desa hutan yang tersebar di lima kabupaten. "Masyarakat di pinggiran hutan ini terkena dampak langsung jika terjadi kerusakan hutan. Begitu pula sebaliknya, jika hutan berproduksi dan lestari mereka juga merasakan manfaatnya langsung," ujarnya.

Selama ini, kata dia, masyarakat pinggiran hutan ini sebagian besar sudah memiliki kesadaran untuk menjaga dan melestarikan hutan. Namun, kata dia, masih ada pula yang mengambil keuntungan sesaat dengan cara merusak hutan.

Sekadar diketahui, luas hutan produksi di wilayah Perhutani KPH Lawu Ds ini mencapai 25.160,5 hektar, luas hutan lindung 26.477,3 hektare, luas hutan tak berproduksi 747,2 hektare. Sedangkan, luas hutan yang masuk wilayah Kabupaten Ngawi mencapai 5.354,7 hektare, hutan yang masuk wilayah Magetan mencapai 5.717,4 hektare, hutan masuk wilayah Kabupaten Madiun mencapai 4.337,7 hektare, hutan masuk wilayah Ponorogo mencapai 34.945,8 hektare, dan hutan masuk wilayah Pacitan mencapai 2.027,4 hektare. Sedangkan, total luas hutan di wilayah Perhutani KPH Lawu Ds mencapai 52.385,0 hektare.ASHARI PURWO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar